"Lelaki di Tengah Hujan" karya Wenri Wanhar


Reformasi 98 sungguh bukan hadiah yang jatuh dari langit. Bukan semata faktor krisis ekonomi regional dan jenuhnya rakyat atas rezim yang terlalu lama berkuasa. Tidak juga karena kerja satu dua orang yang tiba-tiba mendapat sebutan "Tokoh Reformasi". Jauh sebelum itu, ada gerakan senyap yang dimulai awal tahun 90-an. Selapis kecil para "pemberontak" menyiapkan bara bagi terbakarnya api reformasi 98. Bukan hanya di Jawa sebagai lokus utama, tapi menyiapkan jejaring sekam di titik dan organ penting republik. Represi dan pemberangusan adalah resiko gerakan yang setiap saat ditelan.
Novel ini berkisah tentang mereka yang bergerak dalam senyap itu. Mereka yang tidak tercatat dalam narasi besar sejarah 98. Mereka yang terus hening hingga hari ini dan tak hendak mengeklaim diri sebagai yang paling berjasa. Karena demikianlah kehidupan, bagian terpenting sering kali bukan yang tersurat di permukaan, tapi yang tersirat di baliknya, bahkan juga yang tersuruk jauh di kedalamannya.
Bujang Parewa, seorang mahasiswa UNS yang kesadaran akan ketertindasannya mulai terbuka saat ia mengikuti kegiatan pers mahasiswa. Melalui berbagai gerakan mahasiswa yang ia pimpin, dan berbagai usaha untuk menghindari tentara rezim, Bujang Parewa dan ribuan mahasiswa lainnya berhasil menumbangkan rezim Orde Baru. Perjalanannya dari Solo ke Jakarta bukan hal yang mudah. Pendidikan, keluarga, sahabat, dan cinta adalah hal yang harus ia korbankan sebagai seorang aktivis sekaligus mahasiswa.
Sinopsis by Buku Mahardika


0 Comments:

Post a Comment