Stuart Hall [newyorker.com] |
Wahyu Budi Nugroho
Makna dari kebudayaan sendiri selalu diperantarai oleh bahasa untuk dibagikan kepada setiap anggota kebudayaan. Dari sini, Hall mengemukakan pentingnya representasi sebagai sarana komunikasi dan interaksi sosial, bahkan ia menegaskan representasi sebagai kebutuhan dasar komunikasi yang tanpanya manusia tidak dapat berinteraksi.
Terkhusus untuk representasi konstruksionis, Hall mencetuskan dua pendekatan untuk mengkajinya, yaitu pendekatan semiotik dan pendekatan diskursus. Pemikiran ini memiripkan wujudnya dengan konsep encoding dan decoding yang ditelurkan Hall dalam pengkajian media. Encoding adalah bagaimana informasi dikemas oleh sang penutur (pemroduksi informasi), sedangkan decoding adalah bagaimana pengonsumsi informasi merekonstruksi informasti tersebut (Storey, 2006: 11-12).
Tahapan pertama dilakukan untuk menciptakan integrasi atau solidaritas kelompok. Tahapan kedua adalah upaya mengonstruksi bagaimana suatu kelompok atau "kita" ingin dilihat oleh pihak (kelompok) lain. Ruang publik yang dimaksud dalam tahap ketiga adalah tempat dimana suatu kelompok dapat menyalurkan berbagai aspirasinya, kini baik itu ruang publik virtual maupun konkret. Pada tahapan keempat, evaluasi terhadap langkah-langkah di tahapan sebelumnya dilakukan, terkhusus bila politik representasi belum membuahkan hasil maksimal, semisal reduksi konflik internal yang belum optimal, konsensus yang belum mencapai suara bulat, dan lain sebagainya.
Perlu dicatat kiranya, politik representasi berbeda halnya dengan "politik identitas". Politik identitas menjadi bagian dari politik representasi, tetapi politik representasi belum tentu menjadi bagian dari politik identitas. Ini mengingat, politik identitas kerapkali memanfaatkan isu SARA dalam konteks politik praktis, dan seringkali dilakukan pula oleh pihak mayoritas untuk mengintimidasi kelompok minoritas. Sementara, politik representasi dilakukan oleh pihak minoritas, berorientasi utama pada pemberian ruang bagi kebudayaan mereka, sedangkan implikasi politik praktisnya sekadar bersifat sekunder atau ikutan. Dengan kata lain, orientasi utama dari politik identitas adalah kekuasaan politik, sementara politik representasi adalah kebudayaan.
0 Comments:
Post a Comment