“Mengapa lambang swastika NAZI tak diributkan seriuh palu-arit di
Indonesia?”
|
[pic: idntimes.com] |
Wahyu Budi Nugroho
Pegiat Sanglah
Institute
Sosiolog
Universitas Udayana
“Every word has consequences. Every silence,
too.”
[J.P Sartre]
...padahal baik
NAZI (Nationalsozialistische) maupun
komunisme adalah dua ideologi yang membawa katastrofi kemanusiaan terbesar di
abad ke-20. NAZI, lewat Perang Dunia II (1939-1945) yang diletuskannya,
merenggut setidaknya 60 juta jiwa, sementara komunisme (1917-1991) lebih dari
itu—ratusan juta jiwa. Tetapi, mengapa lambang swastika NAZI tak diributkan
semeriah seperti palu-arit di Indonesia? Bahkan, tak sedikit pula anak muda
tanah air yang menyematkan simbol partai Hitler itu di pakaiannya.
Terkait hal ini, peneliti asal Bowling State University, Jeremy Wallach, cukup
dikagetkan dengan penggunaan berbagai atribut NAZI oleh anak-anak muda di
Indonesia, terutama komunitas punk di Jakarta—Punk NAZI. Saat stabilitas
sosial-politik masih terjaga di era pemerintahan Soeharto, Wallach tak
betul-betul yakin jika anak-anak muda Indonesia memahami konteks
historis-politik dari lambang swastika, namun ketika ia kembali ke tanah air
saat pemerintahan Soeharto di ambang kejatuhannya, ia melihat anak-anak muda
Indonesia mengasosiasikan pemerintahan Soeharto dengan NAZI (fasisme), berikut melakukan
penolakan atas berbagai atributnya. Ini artinya, sangkaan Wallach sebelumnya
keliru.
|
[quora.com] |
Peneliti asing
lain, J.B Ruhl, juga menyoroti penggunaan simbol-simbol NAZI oleh muda-mudi
Indonesia. Sebagaimana Wallach pada awalnya, Ruhl menganggap muda-mudi
Indonesia tak benar-benar memahami arti simbol itu. Namun kemudian, ia
menemukan jika simbol NAZI juga digunakan sebagai bentuk ekspresi
anti-Semitisme mereka, yakni wujud keberpihakan pada Palestina dan “anti”
terhadap Israel. Ruhl menyimpulkan bahwa penggunaan berbagai atribut NAZI oleh
muda-mudi Indonesia tak perlu dikhawatirkan, mengingat: Pertama, mereka tak memahami betul arti simbol itu; Kedua, mereka tak terorganisir; dan Ketiga, muda-mudi Indonesia sekadar
menjadikan simbol-simbol NAZI sebagai counter
culture ‘budaya perlawanan’ terhadap budaya dominan. Alasan terakhir ini,
sama seperti ungkap sosiolog UGM, Hakimul Ikhwan, mengenai penggunaan simbol-simbol
jihad oleh muda-mudi Indonesia, yakni
sebagai ekspresi counter culture berikut
wujud sikap anti-Barat mereka.
Seyogiyanya,
pelarangan terhadap simbol palu-arit diikuti juga dengan pelarangan simbol
swastika NAZI jika didasarkan alasan ancaman terhadap ideologi negara, terlebih
kemanusiaan. Tentu, agak sulit menemukan alasan pelarangan ini, terkecuali
untuk simbol palu-arit mengingat tanah air yang memang pernah bersinggungan
dengan sejarah pahit ideologi komunis di tahun 1948 dan 1965. Tetapi, apakah
kita benar-benar tak pernah bersinggungan dengan sejarah fasisme? Nyatanya juga
pernah, yakni ketika Jepang menjajah tanah air (1942-1945). Namun, kebanyakan
manusia Indonesia gagal melihat keterkaitan fasisme Jepang dengan fasisme Jerman—yang
nyatanya adalah sekutu solid. Fasisme, dengan doktrin superioritas rasnya, memaklumkan
penjajahan dan penindasan terhadap bangsa lain yang dinilai lebih inferior, hal
ini tentu bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945: “...bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan
oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan”, serta sila
kedua Pancasila: “Kemanusiaan yang adil
dan beradab”. Melalui kalimat pembukaan UUD 1945 dan sila kedua Pancasila
itu, sesungguhnya pemerintah punya alasan untuk melarang hal-hal berbau
fasisme, termasuk beragam simbolnya di tanah air—mirip larangan mengibarkan
bendera asing tanpa izin.
Atau
jangan-jangan, ketiadaan perhatian pemerintah terhadap isu-isu berbau fasisme
dikarenakan adanya anggapan korelasi positif fasisme terhadap nasionalisme.
Dengan kata lain, “semakin fasis, maka semakin baik bagi nasionalisme”,
terlebih dikarenakan belum solidnya nasionalisme kita. Tak dapat dipungkiri, kondisi
plural dan multikultural masyarakat kita menjadi tantangan tersendiri bagi
nasionalisme, itulah mengapa, jiwa-jiwa ultranasionalis seolah masih diperlukan
untuk membabat karakter-karakter kedaerahan dan golongan yang mereduksi
keindonesiaan. Di samping itu, kenyataan bahwa pemimpin tanah air yang paling
disegani, Ir. Soekarno, juga pernah terjebak pada mentalitas fasisme.
H. Agus Salim sempat mewanti-wanti kita akan nasionalisme Soekarno yang
cenderung “serampangan”, yakni mengarah pada fasisme. Dan memang, sejak
dicetuskannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, berikut diberlakukannya sistem
demokrasi terpimpin, pemerintahan Soekarno sangatlah bercorak fasis.
Apabila serangkaian
argumen di atas betul-betul dijadikan alasan, maka hal ini sekaligus
menunjukkan terjadinya “gagal pikir” terhadap nasionalisme. Sementara, terdapat
perbedaan jelas antara menjadi seorang nasionalis, chauvinis, berikut fasis. Nasionalisme
adalah paham cinta bangsa, chauvinisme adalah paham atau ajaran “cinta
berlebih” terhadap bangsa. Chauvinis sampai pada prinsip my country, wrong or right! [benar-salah negaraku, kubela!]. Sedangkan
apabila chauvinisme diparaktekkan pada level negara-pemerintahan: ia menjadi
fasisme. Di satu sisi, argumen J.B Ruhl yang menyatakan tak perlu
dikhawatirkannya muda-mudi Indonesia mengenakan berbagai simbol NAZI karena tak
memahaminya; juga terkesan aneh. Jika demikian, seorang ibu-ibu yang mengenakan
kaos palu-arit di pasar Pekanbaru juga tak perlu dipersoalkan karena ia tak
memahami arti simbol itu.
|
[merdeka.com] |
Argumen terakhir
yang saya simpan ihwal sepelenya penggunaan berbagai simbol NAZI di tanah air
adalah menyangkut isu rasial. Bangsa Jerman adalah bangsa arya; berkulit putih,
berambut pirang, dan bermata biru. Sementara, mayoritas orang Indonesia adalah bangsa
melayu-mongoloid; berkulit sawo matang, berambut hitam, serta bermata coklat.
Dengan begitu, menjadi sangat lucu dan
tak mungkin orang Indonesia menjadi orang Jerman. Maka, penggunaan
atribut-atribut NAZI hanya dianggap sebagai kegenitan
(baca: fesyen) semata. Hal ini berbeda dengan komunisme yang memang mengusung
paham internasionalisme. Siapa pun ia, berasal dari bangsa mana pun ia: bisa
menjadi seorang komunis; karena memang, komunisme menyerang pemahaman
nasionalisme yang dinilainya sangat dangkal. Akan tetapi, apabila kita terjebak
pada argumen ini—isu rasial—maka sama saja kita menafikkan fasisme sebagai
ideologi (cara pandang terhadap dunia). Nyatanya, mentalitas fasis dapat diidap
oleh setiap kita.
*****
Hipotesis kebodohan anak muda zaman now terhadap makna dan histori lambang Swastika Nazi dan Palu Arit Komunis, menurut hemat kami tdk valid dan perlu dikoreksi. Krana zaman keterbukaan dan kebebasan Informasi dan Teknologi meniscayakan luasnya pengetahuan
ReplyDeleteserta pemahaman mereka akan makna dan histori kedua lambang tersebut.
Masih mending nazi dari pada komunis
ReplyDeleteApanya yang bikin mendingan Nazi daripada Komunismenya?
DeleteBased
ReplyDeleteTerimakasih atas informasinya pak sangat membantu saya🙏🏻 Tapi saya ingin bertanya bagaimana upaya yang harus kita lakukan agar kita sebagai masyarakat indonesia dapat cinta tanah air dan terbebas dari jebakan” argumen yang telah bapak jelaskan tadi?
ReplyDeleteNama : Putu Susanthi Widyana Putri
NIM : 1907531137
Informasi yang sangat bermanfaat. Namun ada yang ingin saya tanyakan. Mengapa bisa dikatakan semakin fasis, maka semakin baik bagi nasionalisme. Bagaimana penerapan nyatanya?
ReplyDeleteNama : Tya Adiantari Putri
NIM : 1907531266
Terimakasih atas informasinya pak, namun saya ingin bertanya mengapa kebanyakan manusia Indonesia gagal melihat keterkaitan fasisme Jepang dengan fasisme Jerman yang nyatanya adalah sekutu solid?
ReplyDeleteNama : Dewa Ayu Sri Laksmi Dewi
NIM : 1907531247
Terimakasih atas penjelasannya pak, saya sangat setuju denngan isi dari artikel ini kenapa alasan orang-orang di Indoneisa tidak riuh saat melihat lambang swastika NAZI daripada melihat lambang palu dan arit. Balik lagi jawabannya ke sejarah indonesia yang dulu sangat kental dengan kejadian-kejadian yang berhubungan komunisme yang banyak merugikan masyarakat Indonesia. Hal ini lah yang membuat riuh genereasi zaman sekarang yang terjadi karena ketakutan akan berkebanganya PKI di Indonesia. Berbeda denngan lambang Nazi yang tidak terlalu mempengaruhi masyarakat di Indonesia karena pada zaman dulu paham NAZI tidak terlalu terdengar di Indonesia, tidak seperti PKI. Baik sekian komentar saya dari artikel ini, terimakasih atas penjelasan yang cukup lengkap dari bapak yang sudah menambah wawasan saya.
ReplyDeleteNama : Kadek Krishna Dhananjaya
Nim : 1907531083
Saya sependapat terkait dengan penggunaan atribut-atribut NAZI saat ini hanya dianggap sebagai tren ataupun fesyen semata dan banyak dari mereka yg sesungguhnya tidak memahami betul arti dari simbol tersebut, yang pada akhirnya secara tidak langsung membentuk mentalitas fasis seseorang serta tanpa sadar mereka terjebak dalam isu rasial tersebut
ReplyDeleteNama: Ni Komang Restu Murti Jeniari
NIM: 1907531056
Mungkin karena komunisme sangat berbekas di bangsa indonesia maka dari itu penggunaan atributnya merupakan hal yang sensitif di masyarakat, akan tetapi di masa globalisasi ini lambang2 nazi,komunis, dan lain sebagainya hanya di pakai untuk dekorasi/trend semata .
ReplyDeleteI Putu Evan Aditya D.M
NIM 1907531061
Terima kasih atas bahasan yang dibawakan. Sangat menarik terkait pro dan kontra yang terjadi terkait lambang NAZI yang malah dijadikan sebagai lambang di berbagai kostum atau barang para remaja. Atas dasar ini, mungkin yang perlu diperbaiki adalah bagaimana kita memberikan wawasan yang tepat terkait dengan ideologi-ideologi yang berkembang di dunia sehingga meminimalisir miss persepsi dari apa yang terjadi di masyarakat, salah satunya terkait lambang ini. Dalam hal ini, lambang NAZI ini memang benar halnya hanya mengikuti tren semata dan orang-orang yang menggunakannya hanya didasari oleh kepameran tanpa mengerti apa maksud di dalamnya.
ReplyDeleteNama : Made Ariadi Sudarmayasa
NIM : 1907531126
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTerimakasih atas penjelasanya bpk🙏
ReplyDeleteTapi disini saya ingin bertanya: Dijelaskan bahwa apabila semakin fasis maka semakin baik bagi nasionalisme kita, nah itu mengapa bisa demikian dan sebenarnya dampak apa yang diberikan fasisme bagi nasionalisme kita?
Nama : Ni Komang Sripeni Cipta Sari
NIM : 1907531048
Terimakasih atas penjelasannya bapak, sangat mengedukasi sekali, tetapi saya mohon izin untuk bertanya sedikit, disebutkan bahwa penggunaan atribut nazi hanya sebagai fesyen semata, tetapi apabila dengan anggapan tersebut, apakah lambat laun akan dapat mengubah pola pikir masyarakat Indonesia terkait dengan paham nazi tersebut sehingga berdampak pada Indonesia sendiri? dan bagaimana sebaiknya indonesia memandang terkait dengan paham nazi tersebut pak? terimakasih sebelumnya pak
ReplyDeleteNama : Luh Gede Rai Rahayu Pradnyani
NIM : 1907531212
Saya setuju atas pendapat bahwa penggunaan atribut yang berisi simbol NAZI hanyalah fesyen semata, karena banyak orang indonesia yang sering mengikuti trend dari luar negeri padahal belum tentu mengetahui makna dari atribut tersebut.
ReplyDeleteNama : Luh Gde Pasek Puspa Dewi
NIM : 1907531111
Terima kasih atas penjelasannya pak. Saya setuju dengan pendapat bahwa muda-mudi Indonesia menggunakan lambang Nazi hanya sebagai fesyen tanpa mengetahui arti dan sejarah di balik lambang tersebut dan dianggap sebagai hal yang biasa oleh Indonesia. Sedangkan lambang palu-arit lebih ditanggapi sensitif oleh Indonesia mungkin saja karena kekejaman PKI pada masa lalu melanggar Hak Asasi Manusia dan masih membekas di ingatan masyarakat Indonesia.
ReplyDeleteNama: Helen Triandini Hardi
NIM : 1907531282
Terimakasih banyak atas penjelasannya pak, saya juga sangat setuju dengan pembahasan diatas, dimana memang penggunaan simbol NAZI di Indonesia tidak seheboh simbol PKI karena mengingat pengaruh dari adanya PKI pada zaman dulu yang mengancam kesatuan bangsa kita sehingga masih menimbulkan kewaspadaaan dan perlu di lakukan pembinaan agar hal hal yang tidak diinginkan dapat dihindari, lain hal nya dengan simbol NAZI yang tidak terlalu dikenal masyarakat karena tidak memiliki pengaruh secara nyata terhadap kesatuan kita. sehingga menurut saya penggunaan simbol NAZI ini tidak terlalu berlebihan apabila konteks penggunaanya sebatas hal wajar saja.
ReplyDeleteNama: I Dewa Gede Dalem Praja Dhita
NIM: 1907531135
Terima kasih atas penjelasannya bapak.
ReplyDeleteSaya juga sependapat bahwa penggunaan berbagai atribut NAZI oleh muda-mudi Indonesia tak perlu dikhawatirkan karena mereka belum tentu memahami betul arti simbol itu dan juga penggunaan atribut-atribut NAZI dianggap sebagai kegenitan atau fesyen semata yang hanya mengikuti trend dari luar tanpa mencaritahu arti dibalik simbol tersebut.
Nama : I Gst Ayu Intan Satwika Pramesti
NIM : 1907531244
Terima kasih atas penjelasannya bapak, saya setuju dengan artikel ini mengenai mengapa penggunaan lambang swastika NAZI tidak terlalu mendapat sorotan seperti penggunaan lambang palu-arit di Indonesia, karena dalam sejarah mencatat bahwa komunis pernah berurusan dengan bangsa indonesia yang menyebabkan kehancuran besar bagi bangsa indonesia. Tetapi saya mohon izin bertanya, sekiranya apakah perlu membuat aturan secara tegas mengenai larangan penggunaan lambang NAZI seperti larangan penggunaan lambang komunis di Indonesia?
ReplyDeleteNama : I Gusti Ayu Agung Ratna Kusuma Dewi
NIM : 1907531214
Terimakasih atas materi yang sudah bapak berikan berupa artikel ini. Materi yang dibahas cukup menarik karena biasanya jarang ada yang ingin membahas mengenai lambang gerakan komunis dan juga Nazi. Saya ingin mengajukan pertanyaan, bagaimana pendapat bapak semisal tidak pernah ada yang namanya Nazi dan juga golongan komunis. Apakah kedemokratisan bangsa-bangsa yang ada di dunia akan sama rata sejak dulu? Sekian pertanyaan saya pak. Semoga pertanyaan saya bisa bapak bahas. Terimakasih
ReplyDeleteNama : Ni Putu Manik Julythiawati
NIM : 1907531211
Terimakasih pak atas penjelasan yang sangat bermanfaat tentang simbol nazi yang tidak diributkan di Indonesia yang berbeda dengan simbol palu dan arit yang selalu diributkan padahal kedua simbol tersebut terdapat kesamaan yaitu menentang ideologi Indonesia,semoga kedepannya masyarakat tidak ada lagi yang sembarang pakai simbol tanpa mengetahui artinya
ReplyDeleteNama : Adelayde Ronauli Simangunsong
NIM : 1907531129
Terimakasih atas penjelasan pada artikel ini bapak. Namun saya ada sedikit pertanyaan. Dikatakan pada artikel bahwa Ruhl menyimpulkan bahwa penggunaan berbagai atribut NAZI oleh muda mudi Indonesia tidak perlu dikhawatirkan karena mereka tidak memahami betul arti simbol itu. Jika alasan seperti tidakkah kurang tepat ? Karena apabila ternyata muda - mudi itu paham terkait simbol NAZI lalu kita menganggap tidak perlu mengkawatirkannya, tidakkah itu akan berbahaya? Lalu bagaimana sebaiknya Indonesia menanggapi hal tersebut ? Terimakasih pak.
ReplyDeleteNama : Ni Nyoman Yuliana Damayanti
Nim : 1907531206
Terima kasih atas informasinya pak, saya juga memiliki pemikiran yg sama atas apa yg telah dipaparkan dalam artikel ini. Yg dimana penggunaan lambang swastika NAZI yg tidak dilarang di Indonesia ini disebabkan oleh paham fasisme NAZI tidak dirasakan secara langsung/nyata oleh masyarakat seperti paham komunisme pada tragedi G30SPKI yg dimana terjadi pembunuhan secara besar besaran yg dilakukan oleh kaum komunis.
ReplyDeleteNama : Ni Wayan Ita Puspita
Nim : 1907531078
Terimakasih atas informasinya pak, namun ada yang ingin saya tanyakan, swastika NAZI ini kan melambangkan fasisme, nah bagaimana upaya untuk mengedukasi muda mudi yang masih menggunakan lambang ini tanpa mengetahui arti yang sebenarnya? Padahal jika terus digunakan menurut saya dapat menyebabkan kesalahpahaman ataupun mampu menguntungkan beberapa pihak. Seperti contohnya mempermudah oknum yang memang menganut aliran fasisme untuk menjerat anggota baru dan akhirnya bisa saja menimbulkan sebuah ancaman
ReplyDeleteNama : Ni Putu Ayu Bintang Maheswari
NIM : 1907531091
Terimakasih atas informasinya pak, namun ada yang ingin saya tanyakan, swastika NAZI ini kan melambangkan fasisme, nah bagaimana upaya untuk mengedukasi muda mudi yang masih menggunakan lambang ini tanpa mengetahui arti yang sebenarnya? Padahal jika terus digunakan menurut saya dapat menyebabkan kesalahpahaman ataupun mampu menguntungkan beberapa pihak. Seperti contohnya mempermudah oknum yang memang menganut aliran fasisme untuk menjerat anggota baru dan akhirnya bisa saja menimbulkan sebuah ancaman
ReplyDeleteNama : Ni Putu Ayu Bintang Maheswari
NIM : 1907531091
Terimakasih bapak atas bahasan artikel yang menambah wawasan saya. Mengenai pro kontra lambang swastika NAZI dengan lambang palu-arit di Indonesia saya sependapat dengan isi artikel ini, dimana lambang swastika NAZI hanya di pakai sebagai trend saja, sedangkan untuk lambang palu-arit ditanggapi lebih serius. Hal ini mungkin berkaitan dengan sejarah kelam bangsa kita tentang PKI yang mungkin masih membekas pada masyarakat.
ReplyDeleteNama: Adelia Aura Az Zahra
NIM: 1907531102
Terimakasih atas informasinya, saya sependapat dengan isi artikel ini yang mengatakan bahwa lambang swastika NAZI ini hanya dipakai sebagai trend saja tanpa memandang makna dibalik lambang tersebut, selain itu juga lambang palu-arit ini mmungkin mengingatkan masyarakat Indonesia tentang PKI, jadi lambang swastika NAZI ini tidaklah terlalu diributkan dibandingkan dengan lambang palu-arit.
ReplyDeleteAnak Agung Dwiagita Ari Priestyaloka
1907531097
Terima kasih atas penjelasan materinya Bapak. Setelah saya membaca artikel ini, saya setuju bahwa lambang satwika NAZI yang banyak orang pakai di Indonesia adalah hanya karena untuk trend saja atau untuk terlihat keren bagi anak muda pada umumnya. Dan mereka yang memakai simbol satwika NAZI ini pun belum tentu memahami apa arti atau maksud dari simbol ini. Apabila simbol palu-arit pki di Indonesia memang benar - benar dilarang karena di Indonesia sudah pernah hampir terjadi dan paham komunis sudah harus benar - benar dihilangkan.
ReplyDeleteNama : Suluh Widyataruna
NIM : 1907531265
Terimakasih atas penjelasan materinya, saya sependapat dengan tulisan di artikel ini. Penggunaan lambang swastika NAZI tidak terlalu mendapat sorotan dibandingkan penggunaan lambang palu-arit di Indonesia, karena seperti yang kita ketahui bangsa indonesia memiliki sejarah kelam dengan lambang paru-arit yang merujuk pada komunis, sedangkan lambang swastika yg dibahas pada artikel hanya digunakan untuk mengikuti trend bidang fashion
ReplyDeleteNAMA :Ketut Krisnanda Dewi Sukmayana
NIM : 1907531106
ijin bertanya. Ada satu pernyataan yaitu “apabila chauvinisme dipraktekkan pada negara pemerintahan maka akan menjadi fasisme” Terkait hal tersebut apakah dampak nyata yg dapat terlihat pada negara pemerintahan itu?
ReplyDeleteKemudian apabila mentalitas fasis diidap
oleh setiap kita, apa pengaruh yang memungkinkan terjadi?
Terima Kasih Pak.
I Gd Md Nandana Saning A.P
1907531268
mnurut sy terkait hal yg d jelaskan diatas. krna sperti kita ktahui brsama lambang paluarit d indonesia itu memberikan memori yg buruk d benak masyarakat indonesia. sdangkan NAZI di indonesia tdk terlalu mmbarikan arti. walapun sama2 menganut paham komunis.
ReplyDeletedan jga sy ingin brtanya. apakah smua hal yg brhubungan dgn komunis smpai skrang msih d kecam ?
NAMA : MUHAMMAD SHOALIHIN
NIM : 1506305046
Sedikit koreksi, Nazi tidak menganut paham komunisme namun menganut paham fasisme..
DeleteTerima kasih atas pemaparan materinya pak ��, namun sebelumnya ada yang ingin saya tanyakan, apa yang dimaksud dengan rezim totalitarianisme yang ada pada zaman presiden soekarno?
ReplyDeleteNama : Vanda Grace Novelia Ohee
Nim : 2007531290
Terimakasih atas pemaparan materinya Bapak. Disebutkan bahwa adanya anggapan korelasi positif fasisme terhadap nasionalisme, dimana pertanyaan saya, apa yang melatarbelakangi munculnya anggapan ini? Terimakasih
ReplyDeleteNama : Kadek Diah Listiyani Putri
NIM : 1907531131
IYA SAMA SAMA KAKAK DIAH
DeleteYa lambang nazi digunakan sebagai bentuk perlawanan terhadap bangsa Israel.. sebab hanya Jerman yang bisa mengalahkan mereka....ingat peristiwa holoclaust siapa dalangnya ,,
ReplyDeleteya elah bocil ga ngerti sejarah, paling cuma ikut2an doang, karena terlihat keren bukan karena nazinya
ReplyDeleteANJAYY YANG BNER AJAH ,RUGI DONK!
Deletebuset ngapain banding2in mana enak nazi dan komunis, sama2 otoriter kok situ mau...
ReplyDeleteMENDING RAKIT PC SIH
DeleteMANTAP BOS, SIEGN HEIL
ReplyDeleteblitzkrieg.. mein fuhrer
ReplyDeleteBetull
ReplyDeleteTentu saja dikarenakan sejarah perjalanan bangsa Indonesia yang mana sangat mengenal pahitnya goresan tinta sejarah dari komunis. Sedangkan dengan Nazi tidak bersinggungan. Bahkan bisa dikatakan Jerman Nazi memiliki "jasa" di momen proklamasi kemerdekaan kita yang mana naskah proklamasi diketik menggunakan barang milik Nazi, itu tidak bisa kita pungkiri.
ReplyDeleteSepertinya penulis terjebak dgn asumsinya sendiri dan telah gagal paham apa itu fasisme, apa perbedaan fasis dengan nazi , perbedaan fasis dengan komunis, serta kelarasanRepubluk Indonesia dengan fasisme. Saya bukan nazi tapi saya akan ikut menyambut kebangkitan kaum fasisme di Indonesia ,nama ig saya @aalzhanshar namanig saya sering berubah2 karna beberapa kali di blokir org luar karna sering nge up lambang2 nazi dn menjelaskan fakta2 nazi kali aja ada tmn2 yg udh membangun komunitas nazi maupun fasisme , bisa saya bergabung ,saya siap dn bisa mempertanggung jawabkan ide ide dan gagasan saya untuk kebangkitan kaum fasisme
ReplyDeleteCAR NILAI DIMANA? SELAIN DI SINI?
ReplyDelete