Komunisme Cina, Kapitalisme Cina, dan Konfusionisme


Komunisme Cina, Kapitalisme Cina, dan Konfusionisme
 
[Dari kiri ke kanan; Mao Tse Tung, Deng Xiaoping, Konfutse]

Wahyu Budi Nugroho
Pegiat Sanglah Institute

Di era Perang Dingin, RRC (Republik Rakyat Cina) menjadi salah satu poros terkuat komunisme dunia di samping USSR (Kesatuan Republik Sosialis Soviet), dan memang terjadi perpecahan antar keduanya, yakni ketika RRC dipimpin Mao Tse Tung, dan Soviet dipimpin Nikita Kruschev. Mao untuk pertama kali menuduh komunisme Soviet telah menyimpang dari jalur, terlebih saat Kruschev bersedia menemui J.F Kennedy dalam Vienna Summit 1961 untuk membahas krisis nuklir Kuba.

Keretakan hubungan antara komunisme Cina dengan Soviet pun berdampak pada terpecahnya gerakan komunisme internasional, bahkan juga sempat mengganggu persahabatan antara Fidel Castro dengan Che Guevara. Castro lebih condong pada komunisme Soviet, sedangkan Guevara pada komunisme Cina.

Tetapi yang unik adalah, bagaimana ideologi komunisme dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat Cina, dan ketika menunjukkan tanda-tanda kebangkrutan, mereka dengan mudah pula beralih pada kapitalisme. Satu penjelasan menarik adalah dimensi kultural Cina yang didominasi oleh nilai-nilai Konfusionisme mampu menampung, mengadopsi, dan mengadptasikan ideologi-ideologi tersebut dalam cara berpikir maupun berpraktek keseharian masyarakat Cina.

Matrealisme komunisme dapat dengan mudah diterima karena Konfusionisme pun memuat nilai-nilai yang sama, yakni bagaimana kehidupan ini berasal dari air. Dengan begitu, pandangan evolusionis pun menjadi tak asing lagi bagi masyarakat Cina, jauh sebelum Charles Robert Darwin menelurkan The Descent of Man dan The Origin of Species.

Ketika komunisme dunia mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkrutannya pada dekade 1980-an, Cina pun perlahan beralih pada corak perekonomian kapitalistik. Deng Xiaoping adalah sosok yang paling bertanggung jawab merubah halauan perekonomian ini. Ia menuai julukan sebagai “Bapak Reformasi Ekonomi Cina", “Bapak Cina Modern”, bahkan “Bapak Pembunuh Komunisme Cina”.

Lagi-lagi, basis Konfusionisme dinilai memungkinkan bertransformasinya masyarakat komunis Cina menjadi kapitalis. Terdapat satu doktrin dalam Konfusionisme yang menekankan pentingnya “mewujudkan (mengutamakan) kebaikan bersama dalam keluarga”. Inilah mengapa kemudian, bisnis masyarakat Cina identik mewujud sebagai “korporasi keluarga”.

Ilmu ekonomi modern yang cenderung ortodoks dan berpegang pada hukum ceteris paribus tentu akan sulit menjelaskan fenomena tranformasi ekonomi masyarakat di atas karena mengesampingkan aspek-aspek kebudayaan. Sementara, kebudayaan terbukti menjadi basis paling dasar untuk menyaring dan mengadaptasikan ide-ide asing agar diterima suatu masyarakat.

*****

0 Comments:

Post a Comment