Attack on Titan, Alegori Goa Plato, dan Kebohongan Sejarah


[Pic: pinterest.com]

I.G.A Ayu Brenda Yanti

Pegiat Sanglah Institute

Attack on Titan atau dalam bahasa Jepang Shingeki no Kyojin adalah salah satu seri animasi Jepang (anime) yang popularitasnya melejit (lagi) di awal tahun 2021. Musim pertama dari seri anime ini sudah keluar sejak tahun 2013, dan tahun ini akan memasuki musim terakhirnya. Secara garis besar, anime ini bercerita mengenai tiga orang anak bernama Eren, Mikasa, dan Armin yang tinggal di suatu pulau bernama Pulau Paradis.

Pulau tersebut dikepung oleh makhluk raksasa pemakan manusia yang disebut dengan Titan, maka dari itu raja mereka membangun dinding tinggi untuk mengelilingi kota sehingga para warganya terlindungi dari serangan Titan. Warga Paradis telah hidup di dalam dinding selama ratusan tahun sehingga mereka menyangka bahwa merekalah satu-satunya peradaban di muka bumi, mereka tidak mengetahui kondisi di luar dinding, mereka pun tidak tahu apa itu laut.

Segala pengetahuan mereka hanyalah bersumber dari buku-buku yang berasal dari penguasa, sehingga segala yang ada di dalam buku menjadi realitas dalam kehidupan mereka—bahwa mereka adalah peradaban terakhir, dan apabila keluar dinding mereka akan dimakan Titan. Warga didoktrin keyakinan itu melalui pendidikan, agama, dan saluran-saluran lain sehingga yang nyata bagi mereka adalah apa yang sekadar diajarkan pada mereka.

Kondisi yang dialami oleh warga Paradis ini sebagaimana kondisi yang dijelaskan Plato dan dikenal dengan istilah “alegori goa Plato”. Plato mengemas penjelasan alegori goa itu dalam konteks pendidikan. Plato memberi gambaran sekelompok tahanan yang dirantai seluruh tubuhnya hingga tidak bisa bergerak kecuali menghadap ke depan, sehingga yang bisa mereka lihat hanya bayang-bayang di dinding belakang gua yang terpancar dari sekobar api di depan pintu goa.

Pada suatu hari, seorang tahanan berhasil lepas dan akhirnya menyaksikan kenyataan dunia di luar goa yang sama sekali berbeda dari pengetahuannya selama tinggal di goa. Ketika ia kembali ke dalam goa dan menceritakannya ke tahanan lain, respons yang ia dapatkan justru kemarahan karena pengalaman yang berbeda.

Dalam cerita Attack on Titan, Raja Karl Fritz menggunakan kekuatan founding Titan untuk menghapus ingatan warganya tentang sejarah dunia, lalu membangun memori dan cerita palsu tentang masa lalu. Ia membangun sebuah peradaban baru di dalam dinding tersebut dengan segala aturannya, sehingga siapa pun yang melanggar aturan dalam dinding akan dihukum.

Pengetahuan yang mereka tahu dari buku-buku sekolah semuanya palsu, keyakinan dari buku agama semua palsu, hal ini dilakukan oleh Raja Fritz untuk membuat warganya tidak keluar dinding, sehingga ketika sang tokoh utama, Eren, mengutarakan pada ibunya ingin bergabung dengan Scouting Legion (pasukan yang bertugas untuk meneliti Titan di luar dinding) ibunya menjadi sangat marah dan geram. Mengapa? Karena sejak kecil ia sudah terdoktrin bahwa keluar dari dinding adalah tindakan yang berbahaya dan dilarang keras—dari sana pula Scouting Legion mendapat julukan sebagai pasukan bunuh diri.

Tidak hanya dalam seri anime Attack on Titan, ternyata alegori goa Plato ini juga bisa kita temui dalam kehidupan nyata. Bahwa kita tidak benar-benar cukup tahu mengenai sejarah dari kehidupan kita sendiri. Contohnya, saja dalam buku-buku sejarah, kita diajarkan betapa bengisnya penjajah pada masa kolonial menyiksa warga pribumi tanpa tahu bahwa apa yang dilakukan “pejuang” Indonesia saat melawan Belanda kejamnya juga luar biasa.

Dikutip dari artikel berjudul Cincang Masa Perang di laman historia.id, mereka orang-orang Belanda dikumpulkan di suatu tempat, kemudian diperintah untuk membungkukkan diri di depan bendera Merah Putih sambal berpekik ‘merdeka’, dan setelah selesai ‘upacara’ itu, mereka dibunuh dengan martil serta bambu runcing. Anak-anak juga dilemparkan tinggi dan kemudian ditangkap dengan bambu runcing. Meskipun ada dari mereka yang belum mati, namun tetap dilemparkan ke lubang kuburan yang sudah disediakan.

Dari sini kita dapat belajar bahwa tidak ada sejarah yang dapat kita percayai seratus persen, sejarah ditulis oleh pemenang. Ini membuat generasi sekarang yang tidak kritis layaknya Eren, Mikasa, Armin atau para penduduk Paradis lain yang hidup dalam dinding.

*****

0 Comments:

Post a Comment