Modal Sosial

 



Bagus Ardiyansyah

Dosen Sosiologi, Universitas Udayana

Pegiat Sanglah Institute

 

 

Dunia saat ini dalam kondisi segalanya serba cepat, efisien, dan efektif, sehingga mengerahkan kemampuan dan kerja keras saja tidak selalu cukup. Terlebih lagi, jika individu hanya mengoptimalkan dirinya sendiri untuk berjuang dalam meraih sesuatu, termasuk bekerja,  bisa dikatakan fenomena ini akan berakhir pada wacana “sudah berjuang sekuat tenaga, namun tetap tertinggal”. Hal ini dikarenakan, ada satu faktor yang luput dari perhatian, yakni perlunya memperluas jaringan atau koneksi sosial, di mana secara sosiologis disebut sebagai modal sosial. Di tengah perkembangan revolusi saat ini—revolusi industri 4.0 menuju 5.0—dunia kini kian terkoneksi sehingga diperlukan kesadaran pentingnya koneksi atau relasi sosial yang bisa memengaruhi keberhasilan seseorang.

 

Ketika jaringan sosial masih terbatas, maka akses terhadap peluang seringkali tertutup, sebaliknya ketika jaringan sosial luas, maka akses terhadap peluang seringkali datang dari siapa yang kita kenal, bukan hanya dari apa yang kita tahu. Bukan dalam konteks karena nepotisme atau hal negatif lainya, tetapi karena ada yang membukakan pintu, memberi arahan serta mengenalkan pada peluang. Dengan kata lain, dalam memahami dinamika dunia dan masyarakat saat ini, modal sosial bisa menjadi konsep penting yang menjelaskan bagaimana hubungan sosial bisa dimanfaatkan sebagai sumberdaya, sehingga kita tidak lagi hanya berpusat pada kemampuan dan kerja keras saja, tetapi mengonversikannya menjadi kemampuan, kerja keras, dan kerja cerdas.

 

Lebih lanjut, modal sosial merupakan kekayaan yang tidak selalu terlihat, tapi menentukan dalam hidup. Hal ini karena modal sosial adalah kumpulan sumberdaya yang berasal dari hubungan sosial antara individu, kelompok, atau institusi yang dapat dimanfaatkan guna mencapai tujuan bersama maupun pribadi. Sebagaimana dikatakan Pierre Bourdieu bahwa modal sosial sebagai kekuatan tak kasat mata yang memengaruhi posisi seseorang di dalam masyarakat. Dalam hal ini, bukan saja sekadar punya banyak teman, namun relasi sosial adalah alat strategis untuk mengakses kekuasaan, peluang ekonomi, bahkan prestise sosial. Dalam kerangka pemikiran Bourdieu, modal sosial terbentuk dari hubungan timbal-balik yang dibangun dalam jangka waktu lama, bisa bersifat informal maupun formal. Oleh sebab itu, modal sosial tidak bisa langsung diperoleh—menuntut investasi waktu serta energi dalam hal untuk membangun kepercayaan, solidaritas, dan pengakuan sosial. Bisa dikatakan, elemen kunci modal sosial adalah jaringan (networks), kepercayaan (trust), norma dan nilai bersama, serta timbal-balik. Lebih dalam, Bourdieu membagi modal sosial menjadi empat tipe:

 

1. Modal ekonomi: sesuai definisinya, persoalannya mencakup jumlah pendapatan, aset, pengeluaran, hingga tingkat konsumsi

2. Modal budaya: diartikan sebagai keseluruhan kualifikasi intelektual yang dapat diproduksi melalui pendidikan formal maupun warisan keluarga; lebih menekankan pada tingkat keakraban dan kemampuan memanfaatkan bentuk-bentuk budaya yang diakui oleh masyarakat.

3. Modal sosial: termanifestasikan melalui hubungan-hubungan dan jaringan yang terbentuk melalui ranah dan merupakan sumberdaya yang berguna dalam penentuan dan reproduksi kedudukan-kedudukan sosial—kekuatan individu dalam jaringan sosial.

4. Modal simbolik: hal ini bisa dikatakan sebagai akumulasi elemen-elemen seperti kehormatan, gengsi, prestise, kekuasaan, legitimasi, dan penghargaan yang dimiliki oleh pelaku sosial; menyorot dimensi simbolik yang melandasi pengaruh dan keberhasilan dalam masyarakat.

 

Apabila modal sosial bisa muncul dalam bentuk hubungan kekerabatan, kelompok agama atau gotong royong desa, kini bentuknya sudah beragam. Seperti dalam konteks jejaring profesional, bisa kita jumpai di LinkedIn, dan media sosial lainnya, hingga solidaritas dalam bentuk digital seperti penggalangan dana online, petisi daring atau dukungan publik melalui media sosial. Di era yang serba cepat saat ini, tantangan kita adalah menjaga kedalaman relasi di tengah derasnya arus koneksi yang instan. Sebab, seperti yang Bourdieu tekankan, modal sosial adalah investasi jangka panjang—ia tumbuh ketika kita memberi, bukan hanya mengambil.

 

*****

0 Comments:

Post a Comment