![]() |
[pic: people.com] |
Nadjwa Aulia
Mahasiswi Prodi Sosiologi
Universitas Udayana
Kepercayaan
terhadap astrologi dan zodiak menjadi bagian dari arus budaya populer yang
signifikan di masa kini. Di era digital, astrologi menjadi lebih dari sekadar
ramalan, melainkan sebuah sarana pencarian identitas yang menawarkan pengakuan
personal dan komunitas (Oktavia, 2021).
Fenomena validasi kepribadian melalui zodiak semakin populer dalam kehidupan
masyarakat kontemporer, terutama di kalangan generasi muda. Zodiak berfungsi
sebagai narasi alternatif yang memberi ruang bagi individu untuk membangun
identitas mereka dalam dunia yang semakin terfragmentasi dan plural (Andriyani,
2022).
Fenomena
tersebut dapat dianalisis menggunakan
pendekatan teori posmodern Jean-François Lyotard tentang ketidakpercayaan
terhadap metanarasi (incredulity toward
metanarratives). Dengan membandingkan narasi besar seperti ilmu pengetahuan
dan agama dengan narasi kecil seperti astrologi, hal ini menunjukkan bahwa
zodiak bukan sekadar kepercayaan populer, melainkan cerminan dari krisis
epistemologis masyarakat posmodern yang semakin mengutamakan subjektivitas,
emosi, dan identitas personal daripada kebenaran objektif.
Lyotard
mengemukakan bahwa pengetahuan dalam masyarakat posmodern bersifat
terfragmentasi, yang mengarah pada pencarian
makna melalui narasi
kecil seperti astrologi (Sumatri, 2021). Dalam
kerangka Lyotard, astrologi adalah narasi kecil yang menyediakan makna
simbolik dalam realitas yang telah terfragmentasi. Fenomena penggunaan zodiak
menunjukkan bagaimana masyarakat posmodern mencari makna dalam kehidupan yang
semakin terfragmentasi, mengandalkan narasi pribadi untuk membentuk pemahaman
mereka (Wulandari, 2021)
Banyak
orang menggunakan zodiak sebagai kerangka untuk memahami diri, merasionalisasi
emosi, hingga memaknai relasi interpersonal. Fenomena ini terlihat
jelas di media sosial, di mana konten seputar kepribadian zodiak dan
kecocokan asmara berdasarkan tanda bintang mendapatkan jutaan penayangan.
Astrologi berfungsi sebagai narasi subjektif yang memungkinkan individu
membangun realitas pribadi mereka
dalam dunia yang penuh ketidakpastian dan pluralitas (Ningsih, 2021). Meskipun astrologi tidak diakui sebagai
pengetahuan ilmiah, popularitasnya terus meningkat. Pertanyaan yang muncul: Mengapa masyarakat kontemporer tetap
mencari validasi diri melalui narasi yang tidak ilmiah?
Berlandaskan pemikiran
Jean-François Lyotard mengenai ketidakpercayaan terhadap metanarasi, dan dengan
menempatkan zodiak sebagai representasi narasi kecil (petit récit), kita dapat melihat bagaimana masyarakat posmodern
mencari makna dan identitas di luar sistem epistemologis yang dominan.
Lyotard tentang Ketidakpercayaan terhadap Metanarasi
Dalam
The Postmodern Condition: A Report on
Knowledge (1979), Jean-François Lyotard menyatakan bahwa era posmodern ditandai oleh “incredulity toward metanarratives” atau penolakan
terhadap narasi-narasi
besar yang mengklaim mampu menjelaskan dunia secara total. Narasi besar
(metanarasi) mencakup ideologi besar seperti sains, agama, rasionalitas, dan
kemajuan. Dalam modernitas, narasi-narasi
ini dianggap sebagai sumber otoritatif kebenaran. Posmodernisme menandai
berakhirnya dominasi narasi
besar, dan sebagai
gantinya muncul banyak
narasi kecil yang lebih relevan dengan pengalaman pribadi. (Rofiq,
2020).
Lyotard
mengamati bahwa hilangnya
kepercayaan masyarakat
terhadap narasi-narasi tersebut mulai menggejala pasca-Perang Dunia II.
Hal ini disebabkan oleh kekecewaan atas kegagalan “proyek
modernitas”, trauma
sejarah, dan kebangkitan teknologi informasi. Pengetahuan tidak lagi dipandang tunggal dan objektif, tetapi
menjadi fragmentaris, kontekstual, dan multi-perspektif. Ketidakpercayaan
terhadap metanarasi di kalangan masyarakat posmodern memungkinkan munculnya fenomena seperti astrologi yang tidak
bertujuan untuk mengklaim kebenaran universal (Putra, 2019). Sebagai gantinya,
muncul narasi-narasi kecil (petit récits),
yakni cerita-cerita lokal, subjektif, dan spesifik yang tidak mengklaim
universalitas, namun memberi makna bagi kelompok atau individu tertentu. Dalam
masyarakat posmodern, narasi kecil menjadi dominan karena menawarkan
fleksibilitas dan kedekatan personal.
Zodiak sebagai Narasi Kecil: Pengetahuan Alternatif di Era Posmodern
Dalam
kerangka Lyotard, astrologi dan zodiak dapat dibaca sebagai narasi kecil.
Zodiak tidak mengklaim kebenaran universal, tetapi memberikan makna pada
individu berdasarkan tanda bintang, elemen alam, dan posisi planet.
Validasi kepribadian berdasarkan zodiak
bersifat emosional dan intuitif,
bukan ilmiah, namun tetap memiliki
fungsi eksistensial. Dalam konteks globalisasi, astrologi menawarkan
identitas yang bisa diakses oleh semua kalangan, mengabaikan batasan budaya dan
geografi (Sari, 2022).
Penggunaan
zodiak sebagai alat validasi diri berkembang seiring ketidakpuasan terhadap
metode ilmiah yang dianggap terlalu kaku dan impersonal. Di sini, masyarakat
mencari alternatif yang lebih reflektif terhadap pengalaman subjektif. Dalam
hal ini, astrologi menawarkan narasi yang terasa personal, inklusif, dan tidak
menghakimi. Masyarakat posmodern cenderung lebih percaya pada pengalaman
langsung, perasaan pribadi, dan cerita individual ketimbang pada institusi atau
otoritas formal. Zodiak, sebagai
sistem simbolik, memberikan ruang bagi individu
untuk memahami dirinya melalui
kategori yang lentur dan familiar—tanpa tuntutan akademik atau pembuktian rasional. Inilah yang membuatnya
relevan dalam konteks posmodernisme.
Media Sosial dan Produksi Makna dalam Budaya Posmodern
Media
sosial berperan penting dalam menyebarkan dan memperkuat validasi kepribadian
berdasarkan zodiak. Platform seperti TikTok dan Instagram memungkinkan munculnya diskursus yang mengangkat
astrologi sebagai bagian dari gaya hidup. Ini menguatkan argumen Lyotard bahwa
dalam masyarakat posmodern, pengetahuan dan kebenaran diproduksi melalui
narasi-narasi populer, bukan institusi formal. Media sosial telah menjadi platform yang memperkuat pengaruh
astrologi dalam pembentukan identitas individu, dengan menawarkan penafsiran
personal yang mudah diakses (Hidayati, 2021)
Zodiak juga menjadi bagian dari identitas kultural dan simbolik. Ia tidak lagi hanya berfungsi sebagai ramalan, tetapi sebagai cara membentuk dan menampilkan diri (self-representation). Simbol-simbol seperti zodiak berperan penting dalam budaya posmodern karena memungkinkan individu untuk mengekspresikan diri secara simbolik tanpa perlu berpegang pada kebenaran ilmiah atau objektif (Hasanah, 2020). Ketika seseorang menyebut dirinya sebagai "capricorn tulen" atau “aquarius yang overthinking”, itu adalah bentuk penciptaan identitas melalui simbol, bukan melalui kategori ilmiah. Ini menggambarkan bagaimana masyarakat posmodern lebih tertarik pada identitas yang diperformakan dan dinarasikan, bukan yang diwariskan secara esensial.
Refleksi
Fenomena
validasi kepribadian berdasarkan zodiak merupakan gejala dari ketidakpercayaan
terhadap metanarasi dalam masyarakat posmodern sebagaimana dijelaskan oleh
Jean-François Lyotard. Di tengah krisis otoritas epistemologis dan kebenaran
universal, masyarakat memilih narasi-narasi kecil yang lebih kontekstual,
personal, dan emosional. Zodiak, dalam hal ini, bukan sekadar kepercayaan semu,
tetapi menjadi bagian dari strategi penciptaan makna diri di dunia yang semakin
plural dan terfragmentasi. Dengan demikian,
pemikiran Lyotard menawarkan kerangka kritis untuk memahami
pergeseran orientasi masyarakat terhadap sumber pengetahuan, serta mengakui
bahwa “kebenaran” hari ini lebih banyak bersandar pada makna subjektif dan
representasi simbolik, dibandingkan pada fondasi universal yang mutlak.
Referensi;
Andriyani,
D. (2022). Zodiak
sebagai narasi alternatif dalam masyarakat postmodern. Jurnal Sosioteknologi, 21(3), 211–225.
Hidayati, I. (2021). Astrologi dan pengaruhnya terhadap
pembentukan identitas individu
di media sosial.
Jurnal Psikologi
dan Sosial, 14(3), 77–89.
Hasanah, D. (2020). Postmodernisme dan peran simbol
dalam masyarakat digital. Jurnal Kajian Postmodern,
11(2), 45–59.
Ningsih, T. (2021).
Astrologi sebagai narasi
subjektif dalam era global.
Jurnal
Kebudayaan, 13(2), 150– 164.
Oktavia, R. (2021). Astrologi dan pencarian identitas di era digital.
Jurnal Komunikasi dan Budaya, 13(2), 112–126.
Putra, A. (2019). Kritik terhadap metanarasi dalam era postmodern. Jurnal Teori dan Budaya, 15(2), 200– 215.
Rofiq, A. (2020).
Postmodernisme dan fragmentasi kebenaran dalam budaya
populer. Jurnal Filsafat, 30(1), 33–48.
Sari, L. (2022). Astrologi dan identitas dalam konteks globalisasi. Jurnal Sosial dan Budaya, 18(1), 34–
49.
Sumantri, R. (2021). Fragmentasi pengetahuan dalam masyarakat postmodern: Analisis konsep Lyotard.
Jurnal Filsafat
Kontemporer, 10(4),
88–102.
Wulandari, Y. (2021). Pencarian
makna dalam zodiak:
Perspektif postmodern. Jurnal Ilmu Sosial
dan Politik, 22(1), 114–128.
0 Comments:
Post a Comment