Perempuan Indonesia Menulis: Menafsirkan Cita-Cita Kartini


Gerakan perempuan memiliki andil besar dalam menuntut hak-hak kaum perempuan itu sendiri. Salah satu gerakan yang bisa dilakukan adalah dengan menulis. 

Kegiatan menulis, selain dapat menjadi medium untuk olah rasa dan pikiran, ternyata juga dapat menjadi gerakan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan yang selama ini disepelekan. 

Dapat dikatakan bahwa gerakan perempuan Indonesia dalam menulis pertama kalinya dicetuskan oleh R.A Kartini melalui surat-surat atas pengalaman dirinya yang merasa bahwa kaum perempuan lebih tertinggal daripada laki-laki.

R.A Kartini yang mencetuskan emansipasi perempuan pada awal abad ke-20 ternyata memberikan perubahan besar untuk perempuan Indonesia di masa depan.

Kartini mengawali upayanya untuk memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia melalui kegelisahannya akan kondisi perempuan saat itu. 

Disebutkan bahwa perempuan pada masa tersebut hanya terperosok di sumur, dapur, dan kasur.  

Kegelisahannya tersebut kemudian ia tuangkan melalui surat-surat yang dikirimkan kepada sahabat penanya di Belanda, yakni Rosa Manuela Mandri dan suaminya J.H. Abendanon yang kemudian diterbitkan menjadi buku Habis Gelap Terbitlah Terang.”

Adapun yang menjadi perhatain Kartini saat itu bukan hanya soal emansipasi perempuan saja, tetapi juga yang berkaitan dengan masalah sosial. 

Kartini melihat perjuangan perempuan guna memperoleh kebebasan, otonomi, dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.

Cita-cita Kartini terhadap perempuan Indonesia adalah keinginan agar perempuan bisa bebas, berdiri sendiri, dan membebaskan perempuan-perempuan muda Indonesia dari kukungan adat yang mengikat. 

Kartini menuntut perbaikan kedudukan derajat wanita agar jangan hanya mengabdi kepada suami. 

Perempuan Indonesia harus bisa mengerjakan pekerjaan di luar rumah tangga. Mereka harus menjadi kaum terpelajar agar dapat membawa dampak kemajuan untuk bangsa. 

Cita-cita Kartini untuk memperjuangkan kaum perempuan ternyata membawa perubahan besar untuk menumbuhkan gerakan-gerakan perempuan lain melalui menulis. 

Gerakan perempuan Indonesia sebelum kemerdekaan kemudian semakin masif karena banyak perempuan yang semakin melek huruf. 

Sesungguhnya sejak sebelum abad ke-20, perempuan menjadi lebih kritis untuk melakukan perlawanan adat, terutama kawin cerai yang merendahkan kedudukan perempuan pada saat itu di dalam keluarga. 

Di Sumatera Barat, Rohana Kudus memperjuangkan hak-hak kaum perempuan dengan menjadi wartawan perempuan Indonesia yang pertama. 

Menjadi penulis surat kabar perempuan pertama di Indonesia (Poetri Hindia) yang kemudian dibredel pemerintah Belanda, Rohana kemudian berinisiatif untuk mendirikan surat kabarnya sendiri yang diberi nama "Soenting Melajoe".

Rohana memberi ruang untuk perempuan menampung pemikiran mereka melalui surat kabar yang terbit seminggu sekali sejak 10 Juli 1912.

Selain menulis dan menjadi jurnalisRoehana juga membangun fasilitas pendidikanIa mendirikan sekolah keterampilan Kerajinan Amai Setia pada 1911 dan sekolah Roehana School di Bukittinggi.

Di sisi lain, perjuangan pemuda Indonesia setelah Sumpah Pemuda juga mengambil peran penting bagi terbentuknya Kongres Perempuan I. 

Saat itu, Siti Soendari, seorang aktivis dan wartawan perempuan yang mendirikan buletin “Perempuan Suara Pacitan” juga turut mendapatkan kesempatan untuk berpidato di Kongres Sumpah Pemuda. 

Tema besar yang mereka bawakan dalam Kongres Perempuan I adalah mengonsolidasi perjuangan khusus perempuan dalam gerakan yang lebih besar, yakni memerdekakan Indonesia. 

Gerakan perempuan abad ke-20 tersebut kemudian turut menyebar ke seluruh penjuru Indonesia. 

Seperti halnya di Bali. Gerakan perempuan Bali melaui menulis banyak dibahas melalui buku “Wanita Bali Tempo Doloe” karya I Nyoman Darma Putra. 

Dalam buku tersebut, disebutkan bahwa perempuan Bali telah aktif mempublikasikan tulisan-tulisan yang menyuarakan masalah yang dihadapi perempuan sejak zaman kolonialisme (tahun 1920-1930-an). 

Mereka banyak mengkritik ketidakadilan gender melalui media massa seperti Surya Kanta, Djatajoe, Bhakti dan Damai. 

Bukan hanya melalui tulisan, perempuan Bali abad ke-20 juga terjun ke masyarakat untuk menolong kaumnya dari buta huruf hingga membentuk organisasi sosial “Poetri Bali Sadar”. 

Baca perjuangan perempuan Bali melalui pena dari masa ke masa di sini.

Perjuangan perempuan Indonesia melalui menulis ternyata telah membawa kemajuan pada peradaban bangsa: kemajuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan.

Mengutip buku "Ada Serigala Betina dalam Diri Setiap Perempuan" karya Ester Lianawati tentang Kartiniyang disebutkan bahwa meski di tengah kondisi yang terpukul, dirinya tidak tinggal diam.

Seorang Kartini yang saat itu berada dalam masa pingitan ternyata masih memiliki tujuan yang jelas. Meski kebebasannya telah terenggut, ia justru mengawali perjuangan dari keterpukulan itu.

Menuliskan pengalaman dan perasaan melalui surat-surat yang dikirimkannya ternyata telah mengubah dunia perempuan yang sempat terkukung oleh adat menyesakkan.

Kehadiran Rohana Kudus, Siti Soendari, dan perempuan-perempuan penulis lainnya pada masa sebelum kemerdekaan ternyata telah berhasil menafsirkan cita-cita Kartini.

Di kehidupan sekarang, perempuan semakin diberi kemudahan untuk mengakses kebutuhan serta melihat permasalahan yang terjadi di masyarakat.

Maka dari itu, perempuan menulislah!

Bacaan lebih lanjut;

Hartutik. 2015. R.A Kartini: Emansipator Indonesia Awal Abad 20. Jurnal Seuneubok Lada, 2 (1), 86-96.

Putra, I Nyoman Dharma Putra. 2007. Wanita Bali Tempo Doloe: Perspektif Masa Kini. Denpasar: Pustaka Larasan.

Maulida, Putri. 2020. Perjuangan Perempuan Indonesia dari Masa ke Masa.  Diakses melalui https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/04/09/perjuangan-perempuan-indonesia-dari-masa-ke-masa.

Janti, Nur. 2019. Mengenal Rohana Kudus, Wartawan Perempuan Pertama yang Jadi Pahlawan Nasional. Diakses melalui https://historia.id/kultur/articles/mengenal-rohana-kudus-wartawan-perempuan-pertama-yang-jadi-pahlawan-nasional-Db2lQ/page/1 

Satrio, Fidel. Perjuangan Perempuan Itu Bernama Gerwani. Diakses melalui https://manunggal.undip.ac.id/pejuang-perempuan-itu-bernama-gerwani/.




0 Comments:

Post a Comment