FEMINISME CYBORG DONNA HARAWAY


Wahyu Budi Nugroho

Sosiolog Universitas Udayana

 

“Mengapa tubuh kita harus berakhir sampai kulit?”. Itulah retorika terkenal yang dilontarkan Donna Jeanne Haraway. Bagi Haraway, tubuh cyborg adalah keniscayaan, yakni bersintesisnya organ manusia dengan mesin. Ia turut melihat ini sebagai sarana pembebasan terparipurna perempuan. Praktik cyborg menurut Haraway, sesungguhnya sudah lama dilakukan, hanya saja urung begitu disadari, semisal lewat operasi tubuh manusia dalam dunia kedokteran, serta dalam industri perang modern di mana berbagai teknologi canggih menubuh bersama para prajurit. Dengan demikian, batasan antara fiksi-ilmiah dengan kenyataan sosial sesungguhnya nyaris tak ada lagi saat ini.

 

Berbeda halnya dengan Jean Francois Lyotard yang menolak inhumanisme, Haraway justru merayakan inhumanisme. Pengaburan batas-batas antara manusia dengan mesin, di mana mesin cenderung diposisikan lebih tinggi daripada manusia; dinilai Haraway sebagai jalan pembebasan perempuan dari determinisme biologis, jebakan gender, serta doktrin-doktrin esensialisme. “Saya lebih suka menjadi cyborg ketimbang menjadi seorang dewi”, kata Haraway. “Menjadi dewi berarti hidup dalam dunia laki-laki sekaligus diobjekkan secara seksual, dengan begitu, perempuan ditawan oleh tubuh biologisnya sendiri”, lanjutnya.

 

Bagi Haraway, penanaman mesin pada tubuh manusia tak hanya memberi peluang “perakitan ulang” tubuh secara konkrit dan radikal, tetapi juga mampu merekonstruksi ulang pohon evolusi manusia yang dipopulerkan oleh Charles Robert Darwin di mana konsep spesies begitu ditekankan di dalamnya sehingga menyangatkan dikotomi antara jantan dengan betina, serta laki-laki dengan perempuan. Dengan kata lain, cyborgism pada akhirnya bakal merubuhkan kontruksi biologi yang telah mapan selama ratusan tahun, sekaligus meruntuhkan seluruh sejarah sosial dikarenakan “spesies baru” telah tercipta: cyborg.

 

“Mesin adalah kita, proses kita, aspek penubuhan kita”, demikian tegas Haraway. Keyakinan ini pun diamini oleh para poshumanis, salah satunya Robert Pepperell. Pepperell menyatakan bahwa jenis manusia baru yang jauh berbeda akan muncul di kemudian hari, manusia ini akan jauh lebih kuat secara fisik maupun psikologis; mengatasi berbagai batasan dan kekurangan manusia sebelumnya; berada di puncak tangga evolusi biologis: ia adalah cyborg.

 

Lebih jauh, penyatuan antara tubuh manusia dengan mesin dimungkinkan lewat (kondisi) trance menurut Haraway. Trance dapat dimisalkan secara mudah lewat seseorang yang tengah hanyut dalam penggunaan teknologi—entah itu komputer atau gawai—sehingga kesadaran yang terhelat pun bersifat nonreflektif. Dalam tipe kesadaran ini, batas-batas kebertubuhan antara organ dengan mesin bakal lenyap. Namun demikian, Haraway tak menampik jika cyborgism dapat terjebak dalam jejaring dominasi dan penindasan baru, yakni ketika teknologi ini dikuasai oleh kapitalisme-lanjut. Apakah technosocialism dari Brett King dan Richard Petty menjadi solusinya?

 

*****

0 Comments:

Post a Comment