Sebelum Nyata


Sebelum Nyata
 
[Parangtritis, 29 Mei 2018]

Bagus Ardiansyah
Pegiat Sanglah Institute





Lirih

Aku hanya ingat punggungmu
berlari, meninggalkan semua masa lalu
Sejauh 193 mil berpergian untuk melihatmu
mengemis hati agar kau menginginkan
Tak terduga! Seperti Jeffrey Dahmer
kau kunyah habis hatiku

Sewaktu hitam menyulut mata
di sela-sela suara merah
di ruang luas semakin maya
mematahkan kaki dan mimpi
melumpuhkan tangan dan ingatan
merebut senyum, merobek hati
Di atas tanah tempat kau meninggalkan segala
kau bakar diriku dalam angka 17
bagai kuntum bunga yang patah
dan semua yang kau ucap menjadi hampa

Suara sunyi berbisik; “Dengarkan aku,”
bersama dengan burung senja merah merekah
suara sunyi berbisik kembali; “Jangan berperang dengan masa lalumu,”
Teduh, potongan hati berlari kembali
bagian demi bagian, melengkapi semua lubang
mengembalikan seluruh potongan hati
memutihkan gelapnya hitamku
memulihkan keyakinan,
memberikanku ruang untuk bernafas.





Di Kota Jogja

Di kota Jogja, teduhnya kembali mengulang waktu
inilah jalan kenangan; di depan yang sekarang adalah yang dulu
kala mata bergandengan menatap ketulusan
Oh, barisan kasih memeluk raga
tak kuasa pula, seketika jendela basah berembun
aku merindukan teduh

Jembatan impian dan kehangatan kurasakan
Oh, alangkah teduh, sungguh
Gugurkan luka perlahan
Jauh membuang perih yang menguasai
atas sendu benih rindu





Bertahan

Luarmu mempesona
menawarkan goresan kata
terjerat juga akhirnya
Menyusut rahasia kata-kata
ciptaan segenap mimpi jelita
Angka-angka terpusat padanya
cuma membahagiakan Si Besar

Dalammu retak, tak kau hiraukan hingga tersorot
Si kecil, ada kesedihan di sini
mengalir dari kedua sudut mata
semangat mereka; runtuhkan maut
semangat mereka; gandakan nyawa
sebelum surya terbangun
mereka telah menjadi Si Jago
Wahai Garuda pencakar pendidikan!
Selamatkanlah semangat si kecil!





Sebelum Nyata

Sehabis disekap tawa
tubuh rebah di pulau kapuk
Surut perlahan
mencoba menutup jendela dunia
jembatan dunia
Sewaktu detik jatuh
tanpa suara, mengabur batas ruang

Tersekat dalam gelap
sewaktu duka di depannya
dosa mengalir dari mata
menyekap beribu kata
di antara kenangan
bukan karangan bunga

Suara sumbang di luar
mana fana, mana nyata
di depan: memeluk erat jenazah
kehilangan, jantung sudah dijagal
Tak terduga begitu dalam luka ini
akhir dari segala telah menanti.

0 Comments:

Post a Comment