Banksy Mendobrak Era Masyarakat Tontonan

 



"There's nothing more dangerous than someone who wants to make the world a better place."  
Banksy


Tidak ada yang lebih berbahaya daripada seseorang yang ingin menjadikan dunia lebih baik,” begitu kata Banksy, seniman jalanan yang identitasnya masih jadi misteri hingga saat ini.  Beruntungnya saya berkesempatan untuk mengunjungi Banksy Museum, pada Desember 2021 lalu ketika sedang ada pekerjaan di Dubai, Uni Emirat Arab. Pameran pertama terbesar Banksy di Dubai ini memajang 120 coretan serta lukisan yang fenomenal. Karya-karya seniman misterius yang diduga berasal dari Bristol, Inggris tersebut memang penuh sensasi.


Banksy adalah seorang seniman grafiti yang banyak mengkritik praktik-praktik kapitalisme lanjut hingga isu-isu sosial dan politik. Pesan-pesan satire cenderung ditampilkan di setiap karyanya, terutama yang berkaitan dengan penindasan di Palestina. Meski begitu, karya-karya Banksy selalu ditunggu oleh penikmatnya, bahkan ada yang membelinya dengan angka fantastis.


Sebut saja artis-artis Hollywood dan desainer kenamaan seperti Brad Pitt, Angelina Jolie, dan Paul Smith yang rela merogoh kocek hingga puluhan miliar dolar Amerika. Bahkan di tahun 2008, saat dunia tengah menghadapi krisis finansial global, karya Banksy tetap terjual mahal hingga mencapai 1,8 Miliar Dolar.


Momen itu memiliki sebutan “The Banksy Effect”, yakni meningkatnya minat pada seni jalanan yang muncul setelah popularitas Banksy. Sama seperti Andy Warhol yang merupakan pelopor budaya pop pada pertengahan abad ke-20, Banksy telah mendefinisikan ulang mengenai seni yang mungkin tidak pernah dihargai oleh banyak orang sebelumnya: mengaburkan batas antara grafiti dan seni.


Andy Warhol turut menjadi inspirasi Banksy melalui lukisan Marilyn Monroe yang dilukis ulang dengan potret supermodel Kate Moss.

Jika menurut kebanyakan orang grafiti hanyalah bentuk dari vandalisme yang merugikan, namun seni jalanan adalah ‘galeri yang berharga’ bagi beberapa orang. Meski Banksy bukanlah pelopor seni jalanan, ia telah mengembangkan seni jalanan sebagai imajinasi baru dan menciptakan pasar yang menguntungkan bagi gerakan tersebut.


Lalu apa yang membuat karya-karya Bansky begitu memikat hati orang-orang?


Karya tentang Tikus sebagai Inspirasi Banksy


If you are dirty, insignificant and unloved then rats are the ultimate role model.” – Banksy


Banksy banyak menggambar tentang tikus pada karya-karyanya. Bahkan tikus menjadi identitas atas seniman misterius tersebut. Sebagai hewan pengerat, tikus sangat dibenci oleh masyarakat karena dianggap merugikan. Hal tersebutlah yang membuat tikus tidak kebal hukum, yang mengubah mereka menjadi semacam penjahat.


Ada dua analisis tentang tikus bagi Banksy, yang pertama adalah berkaitan dengan tikus sebagai simbol seniman jalanan, yang tidak begitu diinginkan masyarakat karena mengungkapkan ketidakadilan pada kehidupan masyarakat secara gamblang melalui karya-karyanya. Sedangkan yang kedua adalah tentang “masyarakat tikus” yang begitu merugikan manusia lainnya.



Karya fenomenal Banksy terkait tikus tersebut ada pada dinding di Clipstone Street, Fitzrovia pada tahun 2011 silam. Dengan kutipan berwarna merah yang berbunyi “If Graffiti changed anything it would be illegal’. Kutipan tersebut sesungguhnya mengacu pada kutipan dari aktivis politik Emma Goldman yang mengampanyekan hak-hak perempuan, yang salah satu kutipannya berbunyi “If voting changed anything, they'd make it illegal”.




Gambar tentang tikus-tikus lainnya yang memegang cat juga bisa jadi merupakan representasi dari seniman jalanan yang tidak dianggap baik oleh masyarakat. Di mana quote yang ditulis adalah yang berkaitan dengan depresi dan ketidakmampuan diri. Banksy menggambarkan seniman jalanan sebagai tikus yang beraksi pada malam hari, menyuarakan suara-suara tertindas yang kalah pada konsumerisme dan praktik kapitalisme lanjut.


Banksy Mendobrak Batasan Normal Melalui Gambar dengan Pesan yang Menohok



Pesan-pesan satire yang selalu ditampilkan Banksy pada setiap karyanya tentu memiliki arti tersendiri. Seperti misalnya gambar simpanse dengan tulisan “Laugh now, but one day we’ll be in charge” yang berkaitan dengan teori evolusi Darwin. Meskipun asal-mula manusia disebut-sebut berasal dari bangsa kera, mereka saat ini malah menjadi bahan tontonan kebun binatang.




Banksy juga banyak mengkritik pendudukan Israel terhadap Palestina. Gambar-gambarnya dapat ditemukan di tembok perbatasan dua negara tersebut, terutama di daerah Bethlehem dan Jerusalem. Gambar yang paling fenomenal adalah Flying Balloon Girl yang mengisyaratkan pesan tentang-anak-anak yang mencari kebebasan karena terjebak dalam konflik yang tidak berkesudahan.


Penampakan The Walled Off Hotel yang memiliki tagline di websitenya bahwa manajemen dan staff hotel yang berasal dari Palestina dengan senang hati menyambut para pemuda Israel yang datang dengan hati yang lapang.

Bahkan di Bethlehem sendiri, dibangunlah hotel yang sekaligus menjadi instalasi politik yang dipenuhi oleh karya-karya Banksy. Dinamakan The Walled Off Hotel yang menawarkan pemandangan hotel yang paling buruk sedunia karena letaknya benar-benar hanya beberapa langkah dari Tembok Bethlehem dan setiap kamarnya menghadap ke Tembok Tepi Barat (West Bank) yang dibangun oleh Israel.




Di museum ini, ada satu ruangan yang didekorasi percis seperti salah satu kamar The Walled Off Hotel. Kamar yang didominasi dengan warna hijau tersebut dihiasi dengan lukisan-lukisan di sepanjang dinding bagian kiri dan kanan. Lukisan-lukisan tersebut menceritakan bagaimana kondisi Palestina di masa perang. Mulai dari rumah yang digusur hingga pelampung para pengungsi yang terdampar di tepi laut. Gambar yang ikonik tentu saja grafiti tentang perang bantal antar tentara Israel dan pemuda Palestina yang ditutupi wajahnya.



Di sisi lainnya, Banksy Museum juga menampilkan instalasi terkait kondisi perang di Palestina, di mana ruangan tersebut benar-benar dibuat porak-poranda seperti berada pada kondisi perang. Seperti batu, pasir, dan sampah-sampah yang berserakan. Di sekeliling temboknya juga dipenuhi oleh mural seperti gambar pemuda Palestina yang memegang bunga dan bergaya bak melempar benda berat dengan tulisan di sebelahnya “I have a dream”.


Banksy dan Mazhab Situasionis Internasional Guy Debord


Situasionis merupakan aliran yang identik dengan seniman dan teoretisi yang lebih radikal. Resmi berdiri pada tahun 1957 dengan basis epistemologi dari aliran pemikiran Marx terkait alienasi, reifikasi, dan fetisme komoditas dan juga dipengaruhi oleh dadaisme dan surrealisme. Guy Debord sebagai tokoh pencetus mazhab situasionis internasional terkenal akan karyanya yang berjudul The Society of the Spectacle (masyarakat tontonan).


Di era kapitalisme lanjut, hubungan antarmanusia digantikan oleh “tontonan” dengan berbagai gambar dan simbol-simbol. Semua gambar yang ditonton tersebut telah mengambilalih apa yang seharusnya dimiliki dan dibutuhkan oleh manusia modern. Masyarakat saat ini hanya semakin hidup dengan kekacauan representasi, di mana kehidupan sosial tak lagi soal kehidupan itu sendiri.


Kapitalisme lanjut telah membius masyarakat dengan tontonan yang spektakuler. Menurut Debord, diperlukan situasi(onis) yang radikal dan menggebrak untuk membangunkan masyarakat tontonan yang sedang terbius tersebut agar mereka kembali pada kehidupan nyata yang revolusioner. Banksy telah berhasil menggebrak kapitalisme lanjut melalui karya-karyanya.




Seperti halnya Debord melalui metode detournement yang merupakan pembajakan terhadap berbagai simbol dan logo kapitalisme. Bansky turut menggunakan metode detournement tersebut melalui gambar “Festival” yang dikenal dengan “Destroy Capitalism”. Melalui karyanya tersebut, Banksy menyindir penggemar band Misfits yang dianggap sebagai masyarakat anti-kapitalis, namun tetap sudi mengantri untuk membeli kaus seharga 30 dolar di festival musik. Gambaran tersebut merupakan sindiran tentang para penentang kapitalisme yang paling kuat pun dapat terperangkap melalui festival musik alternatif dan menjadi versi munafik dari diri mereka sendiri.




Selain itu, Banksy juga pernah mengkritik parlemen Inggris melalui lukisan yang diberi nama “Devolved Parliament” yang mengganti seluruh wajah parlemen menjadi sosok kera. Karya ini merupakan bentuk protes Banksy pada pemerintah mengenai Brexit (British Exit) yang diperdebatkan selama bertahun-tahun.


Sebagai kelanjutan dari metode detournement, Debord mengembangkan psikogeografi sebagai tindakan “pengembaraan ruang-ruang kota”. Di mana kota-kota industri saat ini adalah penjara besar. Pengembaraan pada ruang-ruang kota, terutama pada konstruksi dan arsitekturnya mengarahkan manusia pada kehidupan yang sepenuhnya didedikasikan bagi aktivitas produk kapitalis. Namun semuanya terbungkus dalam sebuah tontonan yang spektakuler dan membisukan, seolah memang seharusnya seperti itu.


Bagi Debord, dibutuhkan penciptaan situasionis-situasionis yang spesifik dan menggebrak relung-relung kota agar masyarakat dapat merasa “hidup” dan merasakan pembebasan kehidupan sehari-hari. Karya-karya Banksy adalah salah satu penciptaan situasionis yang dapat mengejawantahkan hasrat yang sejati, bahwa saat ini masyarakat yang terbius dengan kapitalisme lanjut dapat tersadarkan.


Hingga saat ini, Banksy masih terus menjadi sosok yang misterius, menyusup pada tengah malam untuk menorehkan gambar tikus, atau hal-hal nyeleneh lain yang sesungguhnya benar terjadi di era sekarang. Museum Bansky bukan hanya jadi tempat untuk memamerkan karya-karyanya, namun juga menjadi upaya Banksy untuk “mengejek” orang-orang yang datang atau terimbas “The Banksy Effect”.




Bahkan berita terbaru menyebutkan bahwa lukisan Bansky “Girl with Baloon” yang berhasil terjual dengan harga 1,4 Dolar Amerika atau sekitar 20 Miliar Rupiah rusak dengan sendirinya. Rupanya ada mesin penghacur kertas di dalam pigura lukisan tersebut. Melalui aksi tersebut, Bansky juga turut mengunggahnya di media sosialnya dengan mencantumkan quote dari Picasso, “Dorongan untuk menghancurkan adalah sebuah dorongan kreatif”.


Bacaan lebih lanjut;

Memahami Marx, Marxisme dan Perkembangannya, Wahyu Budi Nugroho.


The “Banksy Effect” and Street Art in the Middle East, Sabrina DeTurk via https://www.urbancreativity.org/uploads/1/0/7/2/10727553/deturk_journal2015_v1_n2.pdf

0 Comments:

Post a Comment